PATI – Pemerintah Kabupaten Pati akhirnya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setelah sekian lama. Sebelumnya, Pati selalu mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal ini tidak terlepas dari desakan Bupati Pati Haryanto, agar SKPD bergiat membuat catatan pengelolaan dan manajemen aset daerah dengan lebih detail.
Penghargaan diserahkan Kepala BPK-RI Perwakilan Jawa Tengah kepada Bupati Pati Haryanto, di Gedung BPK-RI Perwakilan Jateng, bersama dengan lima kabupaten lain yakni kabupaten Grobogan, Blora, Karanganyar, dan Purworejo.
Perjuangan untuk memperoleh opini WTP ini sendiri bukanlah pekerjaan yang mudah. Berbagai rekomendasi yang diberikan BPK selalu diperhatikan dan dilakukan perbaikan di berbagai lini. Fokus terpenting perolehan WTP ini terletak pada penataan atau manajemen asset daerah.
“Jadi memang sebelumnya kita belum bisa mendapat predikat WTP karena masih ada catatan-catatan dari BPK yang belum bisa kita penuhi. Namun setelah saya instruksikan untuk fokus pada pendataan aset daerah dan SKPD-SKPD memenuhi, maka akhirnya kita berhasil mendapatkan predikat tersebut,†kata Bupati Pati Haryanto.
Ditambahkan Bupati, keberhasilan tersebut sekaligus menorehkan sejarah baru bagi Kabupaten Pati. “Ini adalah kali pertama penghargaan dari BPK ini kita dapatkan. Tentunya tanpa kerjasama dan keseriusan kita bersama, hal ini tidak akan tercapai. Ini sudah sesuai dengan slogan saya,Guyub Rukun Noto Projo Mbangun Deso. Ini sesuai slogan saya, Guyub Rukun Noto Projo Mbangun Deso. Jadi keberhasilan baru bisa diraih jika kita rukun dan bahu membahu menata pemerintahan,†imbuhnya.
Haryanto pun menjelaskan bahwa instruksinya sebagai Kepala Daerah jika tidak dilaksanakan dengan baik oleh jajaran SKPD, niscaya mustahil untuk memenuhi tuntutan BPK. Salah satu indikator pemerintahan yang baik, adalah adanya satu tekad untuk bersama-sama membangun daerah. Dimana yang jelek diperbaiki, yang sudah baik ditingkatkan.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Turi Atmoko menjelaskan ada beberapa point plus yang menyebabkan Pati berhasil memperoleh penghargaan itu. Diantaranya yang terpenting adalah instruksi Bupati agar SKPD melakukan pendataan sensus barang milik daerah.
“Memang Pati catatannya sebelum itu adalah penataan aset / barang milik daerah yang belum memadai. Masih ada double catat, kurang catat, salah catat, dst. Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2014 hanya tercatat Rp 671 Milyar dari Rp 1,8 Trilyun aset kabupaten yang belum dapat diyakini. Sebagai contoh, sudah punya embung dan tanah, tapi pencatatannya kurang. Terus yang paling besar adalah tanah di bawah jalan dan tanah di bawah sungai belum dihitung,†jelas Turi Atmoko.
Catatan inilah yang coba ditelusuri, dan di tahun 2015 pihak DPPKAD telah melakukan penghitungan harga tanah di bawah jalan yang dirasa sulit. Tapi akhirnya, kerja keras itu diakui dan diberi catatan plus dari BPK, sehingga untuk pertama kalinya Kabupaten Pati memperoleh opini WTP.
Audit BPK dimulai pada bulan September 2015, yang mana Pati mendapat pemeriksaan khusus terkait manajemen aset kemudian salah satu rekomendasinya agar melaksanakan sensus barang milik darah. Oleh Bupati, ini merupakan satu hal yang harus dilaksanakan. Kemudian Desember 2015- Januari 2016, dilaksanakan sensus barang milik daerah.
“Dan inilah point yang sangat besar untuk pemeriksaan BPK. Melihat aset daerah sudah ditata dengan baik, meskipun belum sempurna 100% tapi sudah bagus dan wajar tanpa pengecualian sehingga akhirnya Pati berhasil menghilangkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP),†imbuh Kepala DPPKAD tersebut.
Saat itu batas toleransi yang diberikan BPK hanya 2%. Sementara hasil LKPD tahun 2014 masih menunjukan selisih hingga 29%. Akan tetapi setelah dilakukan pencatatan ulang dengan melakukan penghitungan yang sulit, Pati berhasil berada di bawah batas toleransi BPK.
Untuk tetap mempertahankan penilaian WTP, Turi menjelaskan ada dua terobosan yang akan dilakukan. Pertama sering mengadakan rekonsiliasi dengan SKPD-SKPD setiap triwulan sekali, sehingga apa yang kurang dapat segera dipenuhi. Kedua, sistem yang digunakan untuk keuangan, barang aset daerah dan pendapatan akan diintegrasikan per item sehingga di akhir triwulan, semester dan akhir tahun bisa lebih cepat melakukan penyusunan laporan.
Bupati Haryanto berharap, penilaian WTP tidak menjadi tujuan akhir dari kedisiplinan SKPD melakukan pencatatan, namun ke depan untuk pengelolaan-pengelolaan aset daerah bisa lebih baik lagi. Mengingat batas toleransi dari BPK bisa berubah sewaktu-waktu. “Kalau diturunkan lagi, otomatis kesalahan-kesalahan jangan lebih dari toleransi kewajaran dari BPK itu. Sehingga para pihak, utamanya semua jajaran SKPD harus lebih meningkatkan pengelolaan asetnya di SKPD masing-masing,†pesan mantan Sekda Pati tersebut tegas. (*)