Pemerintah Kabupaten Pati kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan PemeriksaKeuangan (BPK). Ini adalah kali kedua Pati mendapatkan opini WTP setelah tahun lalu juga mendapatkan predikat serupa.  Hal ini tidak terlepas dari desakan Bupati Pati Haryanto, agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD)  giat membuat catatan pengelolaan dan manajemen aset daerah dengan lebih detail. Hal itu disampaikan Bupati Pati usai acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah  (LKPD)  Tahun Anggaran  2016 Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Rabu (7/6) di Lantai 3 Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semarang.

Penghargaan diserahkan oleh Anggota V BPK RI, Auditor Utama (Tortama)  V  DR Bambang Pamungkas kepada Bupati Pati Haryanto.

Selama 2017 BPK sudah dua kali menyerahkan LHP LKPD. Tahap pertama sudah diserahkan ke pada sepuluh Kabupaten/Kota pada Mei lalu. Sedangkan pada tahap kedua ini, BPK menyerahkan LHP LKPD pada 24 Kabupaten/Kota Se-Jateng.

Hingga berita ini diturunkan, dari 35 Kabupaten /Kota se-Jawa Tengah, hanya Kabupaten Brebes yang belum diserahkan hasil pemeriksaannya. Tak semua Kabupaten seberuntung Pati, karena ada sejumlah kabupaten /Kota yang masih mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

“Bagimanapun juga pengelolaan aset Pemkab Pati telah dilakukan secara akurat, akuntabilitas keuangan Pati juga tak diragukan. Semua dapat  dipertanggungjawabkan. Sehingga saya yakin pemeriksaan dari BPK  kali ini juga sangat profesional dan dapat dipertanggungjawabkan”, ungkap Haryanto.

Perjuangan untuk memperoleh opini WTP ini, lanjut Bupati, bukanlah pekerjaan yang mudah. Berbagai rekomendasi yang diberikan BPK selalu diperhatikan dan dilakukan perbaikan di berbagai lini. Fokus terpenting perolehan WTP ini terletak pada penataan atau manajemen asset daerah.

“Saya terus menginstruksikan untuk fokus pada pendataan aset daerah dan OPD-OPD memenuhi, maka akhirnya kita kembali berhasil mendapatkan predikat tersebut,” kata Bupati Pati Haryanto.

Haryanto menambahkan tanpa kerjasama dan keseriusan bersama, WTP akan sulit dipertahankan. “Ini sudah sesuai dengan slogan saya, Guyub Rukun Noto Projo Mbangun Desa. Jadi keberhasilan baru bisa diraih jika kita rukun dan bahu membahu menata pemerintahan,” imbuhnya.

Haryanto pun menjelaskan bahwa instruksinya sebagai Kepala Daerah jika tidak dilaksanakan dengan baik oleh jajaran OPD, niscaya mustahil untuk memenuhi tuntutan BPK. Salah satu indikator pemerintahan yang baik, menurut Haryanto adalah adanya satu tekad untuk bersama-sama membangun daerah. Dimana yang jelek diperbaiki, yang sudah baik dipertahankan kalau perlu ditingkatkan.

Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD), Turi Atmoko menjelaskan ada beberapa point plus yang menyebabkan Pati kembali berhasil memperoleh penghargaan ini. Diantaranya yang terpenting adalah instruksi Bupati agar OPD melakukan pendataan sensus barang milik daerah.

“Yang jadi fokus perhatian adalah perbaikan atas masih adanya double catat, kurang catat, salah catat, dst. Sebagai contoh, sudah punya embung dan tanah, tapi pencatatannya kurang. Terus yang paling besar adalah tanah di bawah jalan dan tanah di bawah sungai yang belum dihitung,” jelas Turi Atmoko.

Catatan inilah yang terus ditelusuri, dan sejak  tahun 2015 pihak BPPKAD telah melakukan penghitungan harga tanah di bawah jalan yang dirasa sulit. Tapi akhirnya, kerja keras itu diakui dan diberi catatan plus dari BPK, sehingga selama dua tahun berturut-turut Kabupaten Pati memperoleh opini WTP.

Audit BPK dimulai pada bulan September 2016, yang mana Pati mendapat pemeriksaan khusus terkait manajemen aset kemudian salah satu rekomendasinya agar melaksanakan sensus barang milik daerah. Oleh Bupati, ini merupakan satu hal yang harus dilaksanakan. Kemudian Desember 2016-Januari 2017, dilaksanakan sensus barang milik daerah.

“Dan inilah point yang sangat besar untuk pemeriksaan BPK. Melihat aset daerah sudah ditata dengan baik, meskipun belum sempurna 100% tapi sudah bagus dan wajar tanpa pengecualian,” imbuh Kepala BPPKAD tersebut.

Untuk tetap mempertahankan penilaian WTP, Turi menjelaskan ada dua terobosan yang telah dilakukan. Pertama sering mengadakan rekonsiliasi dengan OPD-OPD setiap triwulan sekali, sehingga apa yang kurang dapat segera dipenuhi. Kedua, sistem yang digunakan untuk keuangan, barang aset daerah dan pendapatan akan diintegrasikan per item sehingga di akhir triwulan, semester dan akhir tahun bisa lebih cepat melakukan penyusunan laporan.

Bupati Haryanto berharap, penilaian WTP tidak menjadi tujuan akhir dari kedisiplinan OPD melakukan pencatatan, namun ke depan untuk pengelolaan-pengelolaan aset daerah bisa lebih baik lagi. Mengingat batas toleransi dari BPK bisa berubah sewaktu-waktu. “Kalau diturunkan lagi, otomatis kesalahan-kesalahan jangan lebih dari toleransi kewajaran dari BPK itu. Sehingga para pihak, utamanya semua jajaran OPD harus lebih meningkatkan pengelolaan asetnya di OPD masing-masing,” pungkas Bupati.